KOLTIM, NUANSA SULTRA – Dalam upaya memperkuat pengawasan dan transparansi pengelolaan dana desa, Kejaksaan Negeri Kolaka bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kolaka Timur menggelar sosialisasi penggunaan Aplikasi Jaksa Garda Desa. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Pemda Koltim pada Rabu (23/04/2025), diikuti oleh operator dan bendahara dari 117 desa se-Kolaka Timur.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kasi Intel Kejari Kolaka Bustanil Arifin, SH., MH., Kepala DPMD Koltim Kusram Maroli, S.Pt., Kepala Inspektorat Koltim, serta Kabid DPMD.
Dalam sambutannya, Kusram menekankan bahwa kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama antara Pemda Koltim dan Kejari Kolaka melalui nota kesepahaman (MoU) yang telah disepakati sejak 24 September 2024.
Menurut Kusram, Aplikasi Jaksa Garda Desa dirancang sebagai langkah preventif terhadap potensi penyalahgunaan Dana Desa (DD) yang kerap menjadi sorotan.
“Dana desa harus dikelola dengan baik dan tepat sasaran. Segala bentuk penyelewengan harus dicegah sejak dini,” ujarnya. Program ini menjadi kelanjutan dari inisiatif sebelumnya, yaitu Jaga Desa, yang telah dilaksanakan pada tahun 2024.
Aplikasi tersebut memiliki berbagai fitur penting yang mendukung tata kelola desa, mulai dari input profil desa, penyusunan Rencana APBDes, pelaporan kegiatan, pembinaan desa, pengelolaan BUMDes, hingga pencatatan aset desa. Dengan sistem digital ini, pemerintah berharap dapat memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas di tingkat desa.
Namun demikian, Kusram juga menyoroti tantangan integrasi teknologi yang dihadapi desa. Saat ini, desa-desa di Koltim telah dibebani oleh penggunaan hingga 11 aplikasi dari berbagai kementerian dan lembaga, seperti Epdeskel, Sipades, SDGs, EHDW, hingga Siskeudes. Ia menegaskan bahwa kehadiran Jaksa Garda Desa harus menjadi solusi pelengkap dan mampu terintegrasi dengan sistem yang sudah ada.
Lebih lanjut, ia menekankan peran penting operator desa dalam menjalankan sistem digital tersebut. Meski memikul beban kerja besar, operator hanya menerima insentif yang tergolong rendah, yaitu antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulan.
“Operator adalah ujung tombak pengelolaan data desa. Sudah saatnya mereka mendapat perhatian lebih, baik dari sisi pelatihan maupun insentif yang layak melalui APBDes,” tambah Kusram.
Terakhir, ia mengatakan bahwa sosialisasi ini tidak hanya merupakan bentuk aktualisasi dari kerja sama formal antara Pemda Koltim dan Kejari Kolaka, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam mendorong tata kelola pemerintahan desa yang berbasis teknologi, bersih, dan efisien.
“Saya berharap melalui pendekatan digital, agar desa mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan menghindari praktik korupsi sejak dini.” Tutup Kusram
Penulis : asrianto Daranga