Menyuarakan Kebenaran, Wujudkan Perubahan

,

Adhe Ismail Ananda Soroti Dampak Kebijakan Efisiensi Anggaran pada Otonomi Daerah

JAKARTA, NUANSA SULTRA – Ketua Yayasan Pendidikan Dialektika Indonesia, Adhe Ismail Ananda, S.H., M.H. menyoroti tantangan yang dihadapi oleh kepala daerah dalam merealisasikan janji politik mereka pasca-pelantikan, terutama dalam konteks kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah pusat.

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi membatasi ruang gerak kepala daerah dalam menjalankan program pembangunan yang sesuai dengan visi dan misi yang telah dijanjikan kepada masyarakat.

“Sirkulasi kepemerintahan daerah adalah momentum penting dalam siklus pemerintahan. Namun, kepala daerah saat ini dihadapkan pada tantangan besar, yaitu bagaimana menyesuaikan program kerja mereka dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat,” ujar Adhel dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Jakarta, Senin, (24/02/2025).

Adhe Ismail, Menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran, seperti yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, telah membatasi alokasi anggaran daerah.

Hal ini berdampak pada kemampuan kepala daerah untuk merealisasikan program-program prioritas, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta reformasi di sektor pendidikan dan kesehatan.

“Prinsip otonomi daerah yang seharusnya memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur urusannya sendiri, kini tereduksi oleh intervensi pusat yang membatasi fleksibilitas anggaran.

Ini menciptakan dilema bagi kepala daerah: di satu sisi, mereka harus memenuhi janji politik, sementara di sisi lain, mereka harus menyesuaikan diri dengan kebijakan efisiensi yang ketat,” tambahnya.

Adhe Ismail, menekankan bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi kepala daerah adalah memenuhi ekspektasi masyarakat dengan merealisasikan janji-janji yang telah disampaikan selama kampanye.

Namun, implementasi program-program tersebut sangat bergantung pada ketersediaan anggaran, yang kini semakin terbatas akibat kebijakan rasionalisasi belanja dari pemerintah pusat.

“Keterbatasan anggaran ini memaksa kepala daerah untuk melakukan prioritisasi program dan mencari sumber pendanaan alternatif, seperti investasi swasta atau kerja sama dengan sektor lain.

Namun, hal ini tidak selalu mudah, terutama bagi daerah yang memiliki sumber daya terbatas,” ujarnya.

Menurut Adhe, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat berpotensi berbenturan dengan prinsip otonomi daerah.

Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk mencegah pemborosan, dampaknya dapat mengurangi fleksibilitas daerah dalam menentukan prioritas pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal.

“Dalam jangka panjang, intervensi pusat yang terlalu kuat dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan antar daerah.

Daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah mungkin masih bisa bertahan, tetapi daerah dengan sumber daya terbatas akan kesulitan,” jelasnya.

Adhe, menyarankan beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh kepala daerah untuk mengatasi tantangan efisiensi anggaran.

Pertama, optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengelolaan pajak dan retribusi yang lebih efektif.

Kedua, penguatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar dapat berkontribusi lebih besar terhadap pendapatan daerah.

“Kolaborasi dengan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP) juga dapat menjadi solusi untuk mendanai proyek-proyek strategis tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran pemerintah,” ujarnya.

Selain itu, Adhe Ismail, menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dan digitalisasi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).

“Digitalisasi dapat membantu mengurangi kebocoran pendapatan dan meningkatkan efisiensi pemungutan pajak serta retribusi daerah. Teknologi seperti blockchain juga dapat meningkatkan transparansi dalam pengelolaan SDA,” tambahnya.

Adhe, juga menyarankan agar pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan sektor swasta dan akademisi untuk mengembangkan riset dan inovasi dalam pengelolaan SDA.

“Kolaborasi ini dapat membuka peluang diversifikasi ekonomi daerah dan menciptakan nilai tambah dari SDA yang dimiliki,” ujarnya.

Adhe, menegaskan bahwa meskipun kebijakan efisiensi anggaran menciptakan tantangan, kepala daerah tetap harus berupaya menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan pemenuhan kebutuhan pembangunan.

“Dengan strategi yang tepat, kepala daerah dapat tetap merealisasikan visi dan misi mereka, sekaligus memperkuat kemandirian fiskal daerah,” pungkasnya oo pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. (*).

 

Editor : NuansaSultra