Kendari, Nuansa Sultra – Proyek rabat beton di Desa Puulowaru, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menghabiskan anggaran sebesar Rp168.764.150,00 dari APBD Tahun Anggaran 2025, diduga bermasalah.
Proyek ini terindikasi sebagai hasil Pokok Pikiran (Pokir) dari salah satu anggota DPRD Sultra berinisial Dr. AR dari Fraksi PAN, Dapil 6 Konawe – Konawe Utara. Ironisnya, pekerjaan proyek tersebut dikabarkan dikerjakan oleh CV Karya Oleondo, yang diduga merupakan milik anak kandung dari Dr. AR sendiri.
Wakil Ketua III Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan Nasional (JPKPN) Sultra, Ali, menyatakan bahwa praktik seperti ini melanggar berbagai regulasi yang mengatur etika dan tata kelola pemerintahan.
Menurutnya, keterlibatan langsung anggota DPRD maupun keluarganya dalam pelaksanaan proyek Pokir bertentangan dengan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Perencanaan, Pengawasan, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, serta PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPRD.
“Ini jelas-jelas melanggar aturan, tidak hanya Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 dan PP Nomor 12 Tahun 2018, tetapi juga Permendagri Nomor 25 Tahun 2021 yang mengatur transparansi dalam perencanaan pembangunan,” tegas Ali kepada awak media, Rabu (11/09/2025).
Tim investigasi DPD JPKPN Sultra juga menemukan sejumlah indikasi penyimpangan teknis di lapangan. Salah satu yang paling mencolok adalah dugaan tidak dilakukannya proses awal pekerjaan berupa pembersihan atau yang dikenal dengan istilah MC Nol. Hal ini dibuktikan dengan masih terlihatnya rumput di bawah material beton yang sudah dituangkan, sehingga kuat dugaan bahwa pekerjaan tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP).
“MC Nol ini sangat penting dalam konstruksi. Namun dari hasil pengamatan kami, masih terlihat jelas rumput tertindih beton, yang artinya tidak ada pembersihan awal. Tak heran baru beberapa minggu selesai, sudah muncul retakan. Ini tidak bisa ditolerir, meskipun ada masa pemeliharaan,” ujar Ali.
Ia juga mengkritik penggunaan anggaran pengawasan dan perencanaan yang masing-masing mencapai Rp16 juta dan Rp19 juta, namun kualitas hasil pekerjaan sangat mengecewakan.
Lebih lanjut, Ali mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil kunjungan tim DPD JPKPN Sultra pada 2–3 Agustus 2025 dan dilanjutkan pada 27 Agustus 2025, ditemukan setidaknya delapan titik retakan pada rabat beton. Temuan ini menandakan bahwa proyek tersebut mengalami cacat mutu dan tidak layak pakai, bahkan sebelum digunakan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, DPD JPKPN Sultra berencana melayangkan surat resmi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra. Surat itu akan berisi laporan dugaan tindak pidana yang melibatkan pemilik Pokir, kontraktor pelaksana, perencana, serta pengawas proyek. Ali menegaskan bahwa langkah ini diambil demi menegakkan hukum dan memberantas praktik korupsi dalam pembangunan daerah.
“Ini bukan soal nilai proyek yang kecil atau besar, tetapi lebih pada aspek integritas dan upaya pemberantasan korupsi sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Surat Edaran KPK Tahun 2024 dan komitmen Presiden RI, Prabowo Subianto dalam menciptakan pemerintahan bersih,” pungkas Ali.
Laporan : Asrianto Daranga.