, , ,

Darah Maluku, Hati untuk Garuda : Simon Tahamata Pilih Pulang ke Tanah Leluhur Demi Talenta Indonesia

JAKARTA, NUANSA SULTRA – Simon Melkianus Tahamata, mantan bintang sepak bola asal Belanda yang kini menjabat sebagai Kepala Pemandu Bakat Timnas Indonesia, mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Ia memilih meninggalkan kenyamanan dan reputasi yang telah dibangunnya di Eropa untuk kembali ke tanah leluhurnya, Indonesia.

 

Langkah ini bukan semata karena nostalgia, tetapi didorong oleh tekad untuk berkontribusi bagi kemajuan sepak bola Indonesia, khususnya dalam pengembangan talenta muda.

 

Simon, yang lahir di Vught, Belanda, dan berdarah Maluku, telah mengabdikan sebagian besar kariernya di Eropa, termasuk sebagai pelatih pengembangan usia dini di klub legendaris Ajax Amsterdam. Namun, ketika tawaran datang dari PSSI untuk menjadi pemandu bakat nasional, ia tak ragu mengambilnya.

 

Dalam pertemuan perdananya dengan media Indonesia, Simon menyapa para wartawan dengan bahasa Indonesia, sebuah gestur yang mencerminkan niat tulusnya membangun koneksi yang lebih dalam dengan masyarakat Indonesia.

 

“Saya di sini karena kita punya talenta,” ujar Simon dengan percaya diri.

 

“Saya bisa kembali ke Ajax, tapi kami mau pulang kembali ke sini, ke Indonesia.” tutur Simon Tahamata berbicara dalam bahasa Indonesia.

 

Baginya, keputusan ini bukan tentang kenyamanan pribadi, melainkan sebuah misi untuk menemukan dan membina pemain-pemain muda yang memiliki potensi untuk bersinar di pentas dunia.

 

Jadi kami ada di sini untuk menolong Indonesia dan juga untuk anak-anak muda.” Tambahnya

 

Simon akan memfokuskan pencarian bakat pada dua jalur utama, dari dalam negeri dan dari komunitas diaspora Indonesia di luar negeri.

 

Ia meyakini bahwa potensi besar tersembunyi tidak hanya di pelosok-pelosok Nusantara, tetapi juga di antara anak-anak keturunan Indonesia yang tumbuh di sistem sepak bola Eropa dan negara maju lainnya. Kolaborasi antara pendekatan lokal dan pengalaman internasional menjadi strategi kunci Simon dalam membentuk tim nasional masa depan.

 

Menariknya, Simon menekankan bahwa keterlibatannya murni didasari oleh niat untuk membangun olahraga, bukan karena dorongan politik atau kepentingan pribadi.

 

“Bukan politik, saya di sini buat olahraga. Ini tanah Indonesia akan besar,” katanya.

 

Pernyataan ini menunjukkan bahwa misi Simon lebih dari sekadar profesional ia adalah panggilan batin seorang anak bangsa yang kembali untuk membangun.

 

Dalam pengamatan awalnya, Simon menilai bahwa pembinaan usia dini di Indonesia masih tertinggal dibanding negara maju. Ia menyebut bahwa di Belanda, pembinaan dimulai sejak usia 8 tahun, sementara di Indonesia umumnya dimulai di usia 13 hingga 15 tahun.

 

“Kita di Belanda mulai dari di bawah 8 tahun, di sini baru di bawah 13-15 tahun, sudah terlambat,” ucapnya, menggarisbawahi pentingnya investasi pada usia dini untuk menciptakan generasi emas sepak bola nasional.

 

Dengan pengalaman, dedikasi, dan rasa cinta terhadap tanah leluhur, kehadiran Simon Tahamata diharapkan menjadi momen baru bagi sepak bola Indonesia. Upayanya mencari, menemukan, dan membina talenta muda bukan hanya akan memperkuat tim nasional, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi penerus bahwa bakat Indonesia mampu bersaing di kancah internasional jika dibina dengan benar dan konsisten sejak dini.

 

Tentang

Kelahiran: 26 Mei 1956 (usia 69 tahun), Vught, Belanda

Anak: Didier Tahamata, Jean-Michel Tahamata

Club Ajax: Hark the Herald Angel Sings

Kebangsaan: Belanda

Tinggi: 1,64 m

Nama lengkap: Simon Melkianus Tahamata

Posisi bermain: Sayap kiri

 

REDAKSI : NUANSA SULTRA. COM

  • 100 Hari ASR-Hugua Dinilai Gagal : FAMHI Soroti Minimnya Realisasi Janji Kampanye

  • 11 DPD LAT Kompak Dukung Lukman Abunawas, Komitmen Memajukan Adat dan Budaya Tolaki

  • 18 KPM di Desa Tongandiu Terima BLT-DD Tahun 2025 dan Insentif Honorer Aparatur Desa, Jelang Idul Fitri 1446 Hijriah

  • 2.285 Desa di Sultra Siap Bentuk Koperasi Merah Putih Sebelum Juni 2025

PENERBIT