, , ,

Sengketa Tanah di Desa Mojong, H. Nurdin Klaim Kepemilikan Berdasarkan Putusan MA

SIDRAP, NUANSA SULTRA – Konflik sengketa lahan kembali mencuat di Desa Mojong, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, setelah terjadinya saling klaim antara dua pihak, yakni H. Nurdin/H. Onding, dan Alimuddin Damis. Perselisihan ini dipicu oleh klaim sepihak dan aktivitas pembangunan yang dilakukan di atas tanah yang status hukumnya telah diputuskan secara hukum tetap oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

 

Akbar, salah satu keluarga dari pihak H. Onding, menyampaikan kronologi awal kepemilikan tanah tersebut. Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2010, H. Nurdin membeli lahan tersebut dari Jannati, yang saat itu secara sah telah memenangkan sengketa atas tanah berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI. Sebelum melakukan pembelian, H. Nurdin sempat meminta klarifikasi kepada Kepala Desa Mojong, yang menyatakan bahwa status tanah tersebut telah sah dimiliki oleh Jannati setelah menang di pengadilan pada tahun 2007.

 

Berdasarkan dokumen resmi, kepemilikan tanah telah diputuskan melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2452 K/PDT/2008, tertanggal 14 Juni 2007, yang memperkuat putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Sidrap dengan nomor 02/PDT.G/2005/PN.SIDRAP. Dalam amar putusan tersebut, dinyatakan bahwa tanah Ini secara sah dimiliki oleh Jannati. Selanjutnya, Jannati menjual tanah itu kepada H. Nurdin melalui transaksi jual beli yang sah tertanggal 18 Oktober 2010, dilengkapi bukti kuitansi bermaterai.

 

Namun demikian, konflik kembali memanas setelah Alimuddin Damis dilaporkan membangun sebuah rumah di atas tanah yang diklaim milik H. Nurdin. Menurut keterangan Akbar, pembangunan rumah tersebut dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa izin.

 

Ia menuding bahwa Alimuddin berusaha menciptakan kesan seolah bangunan tersebut adalah rumah lama, padahal pembangunan dilakukan pada hari itu juga. Bahkan sebelumnya, Alimuddin juga dilaporkan telah merusak pagar besi dan menanam pohon pisang di atas lahan yang disengketakan.

 

Akbar menambahkan bahwa pihaknya telah lebih dahulu melaporkan tindakan Alimuddin ke kepolisian sekitar dua bulan sebelum pembongkaran rumah terjadi. Laporan tersebut terkait dugaan perusakan pagar dan perampasan tanah. Ia menyatakan bahwa tindakan pembongkaran rumah oleh H. Nurdin dilakukan karena pembangunan itu dinilai melanggar hukum, terlebih pihak H. Nurdin mengantongi bukti-bukti legal atas kepemilikan tanah.

 

Lebih jauh, Akbar menegaskan bahwa tidak ada hubungan kekeluargaan antara H. Nurdin dengan Jannati, namun transaksi jual beli dilakukan secara sah. Dalam proses hukum sebelumnya, Jannati adalah tergugat dan Alimuddin sebagai penggugat. Namun, gugatan Alimuddin telah ditolak tidak hanya di tingkat pengadilan negeri, tetapi juga pada tahap banding di Makassar, dan akhirnya ditolak oleh Mahkamah Agung.

 

Berdasarkan fakta ini, Akbar menyatakan bahwa tidak ada lagi ruang hukum bagi pihak manapun untuk menggugat ulang kepemilikan tanah tersebut.

 

di Akhir keterangannya, pihak H. Nurdin meminta agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus ini. Mereka menilai bahwa konflik ini telah menyebabkan kerugian material lainnya. yang ditaksir kerugian mencapai sekitar Jutaan rupiah. Pihaknya berharap agar kepolisian segera menuntaskan proses penyelidikan dan menindak tegas pihak-pihak yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum.

 

Penulis : Asrianto Daranga

  • Yosep Sahaka Hadiri Paripurna HUT Sultra ke-61: Semangat Kolaborasi Menuju Provinsi Tangguh dan Inklusif

  • Yosep Sahaka Pimpin Upacara HUT RI ke-80 Meski Diterpa Hujan Tak Goyahkan Semangat Juang Rakyat Koltim

PENERBIT