, , , ,

Disdikbud Koltim Dorong Pelestarian Cerita Rakyat Melalui Kurikulum Muatan Lokal

Koltim, Nuansa Sultra – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kolaka Timur tengah berupaya melestarikan kekayaan budaya daerah melalui kajian budaya cerita rakyat. Kegiatan ini menjadi bagian dari langkah strategis untuk mendokumentasikan sekaligus mempersiapkan cerita rakyat Koltim agar dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran muatan lokal tingkat SD dan SMP.

 

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Koltim, Drs. Syafruddin, S.Pd., M.Pd., dalam wawancara menyampaikan bahwa pihaknya telah memfokuskan kajian terhadap sepuluh cerita rakyat, diantaranya : 1. Woila , 2. Woitombo, 3. Koloimba, 4. Tinondo, 5. We Tinondo, 6. We Aere, 7. Onggabo, 8. Batu Lukis, 9. Sorume, 10. Sanggoleombae. cerita ini berasal dari berbagai wilayah di Koltim.

 

Cerita-cerita ini, menurutnya, memiliki nilai-nilai moral dan budaya yang sangat penting untuk diketahui oleh generasi muda.

 

“Tujuan utama dari kajian ini adalah agar cerita rakyat yang hampir punah bisa dilestarikan kembali. Ke depannya, cerita-cerita ini tidak hanya akan didokumentasikan, tetapi juga akan diolah secara akademis dan disesuaikan menjadi bahan ajar dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah dasar dan menengah pertama,” jelas Syafruddin.

 

Menurutnya, langkah awal ini diharapkan menjadi fondasi kuat dalam mengembangkan bahan ajar berbasis budaya lokal. Selain menjadi materi pembelajaran di kelas, Diharapkan nantinya cerita rakyat tersebut menjadi koleksi perpustakaan di sekolah, desa dan kecamatan di Kolaka Timur. Dengan demikian, pelestarian budaya tidak hanya bersifat dokumentatif, tetapi juga edukatif.

 

Dalam pengembangannya, kurikulum muatan lokal nantinya akan mencakup unsur-unsur budaya lokal seperti bahasa daerah (Tolaki) dan cerita rakyat Koltim. Buku muatan lokal tersebut akan disusun secara sistematis agar dapat digunakan sebagai media pembelajaran resmi di sekolah-sekolah. Harapannya, anak-anak Koltim dapat mengenal dan mencintai budaya serta kearifan lokal di daerah tempat mereka tinggal.

 

“Buku ini akan menjadi sarana bagi guru untuk mengajarkan nilai-nilai budaya kepada siswa. Guru bisa menceritakan isi buku kepada siswa, dan bisa membacanya sendiri jika sudah mampu membaca. Bahkan nantinya, cerita-cerita ini bisa dikembangkan menjadi lomba dongeng di sekolah atau menjadi bagian dari kreativitas guru dalam proses belajar mengajar,” tambah Syafruddin.

 

Namun, dalam proses pengumpulan dan penyusunan cerita rakyat, Dinas Pendidikan dan tim peneliti menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah sulitnya menemukan penutur yang mampu menceritakan kisah secara utuh dan lengkap. Oleh karena itu, tim peneliti harus mengumpulkan informasi dari berbagai narasumber dan menggabungkannya menjadi satu cerita yang utuh dan konsisten.

 

Tantangan lainnya adalah penggunaan bahasa penuturan yang cenderung menggunakan gaya bahasa orang dewasa. Untuk menjadikannya bahan ajar bagi siswa, cerita tersebut harus disesuaikan ke dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami tanpa mengubah makna aslinya.

 

“Untuk tahap awal, kami menggunakan bahasa Indonesia. Namun, nantinya akan dikembangkan ke dalam bahasa daerah Tolaki yang lebih mudah dimengerti anak-anak,” ujar Syafruddin.

 

Seminar akhir ini juga dihadiri oleh para narasumber yang sebelumnya telah menjadi penutur cerita kepada tim peneliti. Mereka diundang untuk mencocokkan hasil penulisan dengan kisah yang mereka sampaikan. Proses ini menjadi penting agar akurasi isi cerita tetap terjaga dan sesuai dengan versi asli yang berkembang di masyarakat.

 

“Dalam sesi seminar, beberapa penutur memberikan tambahan informasi terhadap cerita yang telah dirangkum. tambahan ini sangat berarti untuk memperkaya isi cerita sebelum benar-benar dijadikan sebagai bahan ajar. Jadi proses ini bukan hanya dokumentasi, tapi verifikasi langsung dari sumber cerita,” jelas Syafruddin.

 

Sementara Itu, Kasubag Perencanaan, Keuangan dan BMD Koltim, Edi Silferius, S.S. menambahkan bahwa pihaknya masih membuka ruang untuk pengembangan lebih lanjut. Cerita rakyat Koltim tidak hanya terbatas pada sepuluh cerita yang telah dikaji. Masih banyak cerita lain yang belum terdokumentasikan dan bisa menjadi sumber kekayaan budaya daerah untuk masa depan.

 

Mengenai bentuk akhir buku, Edi Silferius, menyebutkan bahwa masih akan dilakukan penyusunan ulang agar cerita yang panjang dapat disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa SD dan SMP.

 

“Kalau terlalu panjang, anak-anak bisa kehilangan minat. Jadi, cerita akan dibuat ringkas, padat, tetapi tetap menggambarkan nilai-nilai budaya secara utuh,” Ujar edi

 

Sebagai informasi, sepuluh cerita rakyat yang dikaji menghasilkan naskah setebal hampir 200 halaman. Hal ini mencakup tiga komponen utama: cerita inti, hasil analisis akademik, serta daftar narasumber dan dokumentasi berupa foto dan ilustrasi pendukung.

 

“Rencananya Kedepan, buku ini nantinya akan dikembangkan dan diterbitkan pada tahun ajaran berikutnya setelah melalui proses penyempurnaan,” pungkasnya.

 

Penulis : Asrianto Daranga.

  • 2 Hektare Lahan Pesantren Disulap Jadi Ladang Jagung, Koltim Dorong Kemandirian Pangan Sinergi Pemda, Polres, dan Kemenag

  • 2.285 Desa di Sultra Siap Bentuk Koperasi Merah Putih Sebelum Juni 2025

  • 2.589 Siswa Terima PIP 2024 di Koltim, Bantuan Penyaluran PIP 2025 Mulai Masuk ke Rekening Siswa Kelas 6 dan 9

  • 27 Persen Rampung, Abd. Azis Tinjau Proyek RSUD Tipe C Koltim, Prioritaskan Mutu dan Ketepatan Waktu

PENERBIT