KOLTIM, NUANSA SULTRA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur (Koltim) melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian dan Pengembangan (Bappeda dan Litbang) terus menunjukkan komitmen kuat dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem melalui program terintegrasi lintas sektor.
Kepala Bappeda dan Litbang Koltim, Dr. Mustakim Darwis, SP., M.Si., menyampaikan perkembangan signifikan dalam penanganan masalah ini. bahwa pihaknya telah tiga kali turun langsung ke lapangan bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk memverifikasi data kemiskinan ekstrem.
Dari data awal sebanyak 14.000 kepala keluarga (KK), setelah identifikasi lapangan pertama, jumlahnya menurun menjadi 860 KK. Survei kedua menyisakan 580 KK setelah dilakukan penyisiran ulang berdasarkan kondisi riil.
Menurutnya, banyak keluarga yang sebelumnya terdata sebagai miskin ekstrem, ternyata telah memiliki rumah permanen, kendaraan bermotor, bahkan mobil, mereka kami keluarkan dari kategori karena sudah tidak masuk kriteria. Hasilnya, angka kemiskinan ekstrem yang awalnya 2,48% pada 2021, turun menjadi 2,20% pada 2023. Bahkan per Maret 2024, menurut data BPS, tinggal 1,34%.
“Penurunan ini merupakan hasil kerja sama seluruh OPD. Setiap OPD memiliki tanggung jawab di masing-masing kecamatan untuk menyisir langsung warga yang benar-benar masuk dalam kategori miskin ekstrem,” jelasnya.
Menghadapi tahun 2025, Pemda Koltim telah mempersiapkan strategi lanjutan. Setelah rapat LPJMD tim dari berbagai OPD akan kembali menyisir data terbaru dan memverifikasi kembali warga yang masuk kategori miskin ekstrem.
“Bisa saja warga yang sebelumnya masuk dalam data, kini sudah bekerja dan punya penghasilan. Maka mereka akan kami keluarkan dari daftar. Target kita adalah 0%. Jika belum bisa nol, setidaknya turun lagi dari 1,18% menjadi di bawah 1%, bahkan kalau bisa 0,9%. Itu sudah luar biasa,” Ucapnya optimistis
Strategi penyisiran ini dibagi ke seluruh OPD dengan penugasan wilayah masing-masing. Misalnya, Bappeda bertanggung jawab di Kecamatan Loea, sementara Dinas Ketahanan Pangan menyisir Kecamatan Aere. Upaya ini dilakukan agar tidak ada data yang terlewat dan seluruh keluarga benar-benar terverifikasi.
Dalam pelaksanaan program, Bappeda bekerja sama tidak hanya dengan OPD, tetapi juga menggandeng seluruh unsur Forkopimda, para camat, Danramil, Kapolsek, Babinsa, BUMD, serta pelaku dunia usaha seperti BRI, BPD, BNI, Indomaret, Yamaha, dan Honda guna untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pokok warga miskin ekstrem.
“Indomaret bahkan sudah menawarkan bantuan sembako, ini bentuk kerja sama yang luar biasa. tidak semua harus dibiayai dengan APBD, kita optimalkan dukungan pihak ketiga, keterlibatan dunia usaha sangat penting dalam menanggulangi masalah kemiskinan secara komprehensif,” Jelasnya.
Namun, tantangan besar justru datang dari masyarakat itu sendiri. salah satu tantangan utama dalam program ini adalah sikap sebagian masyarakat yang enggan keluar dari kategori miskin karena takut kehilangan bantuan. Untuk itu, Bappeda merancang strategi sistem pelabelan bagi warga miskin ekstrem agar terjadi proses seleksi sosial secara alami.
“Jika ada rumah permanen namun masih masuk data miskin ekstrem, kita beri label. Nanti, tetangganya akan mempertanyakan sudah punya rumah batu, kok masih miskin ekstrim?dan disinilah akan terjadi seleksi sosial. tujuannya bukan mempermalukan, tapi untuk efektivitas program,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mustakim menjelaskan bahwa bersama Pihak OPD akan melakukan pendekatan solutif dan personalisasi Bantuan,
Pendataan dilakukan secara langsung dan tidak melalui perantara, Kepala Keluarga diwawancarai langsung untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi. Jika persoalannya adalah kekurangan alat kerja, maka pihak dinas terkait seperti Dinas Tenaga Kerja akan turun tangan.
Contoh konkritnya, bila seseorang memiliki kemampuan bertani, maka akan dibantu alat seperti cangkul atau pupuk. Jika istri dari kepala keluarga bisa menjahit, maka akan difasilitasi mesin jahit. Bahkan jika ada potensi seni, bisa diarahkan ke Dinas Pariwisata untuk dilatih menjadi konten kreator.
Indikator utama yang digunakan pemerintah daerah dalam mengukur kemiskinan ekstrem adalah pendapatan dan pengeluaran keluarga minimal Rp300.000 per bulan. Jika setelah diberi fasilitas dan bantuan keluarga tersebut mencapai ambang batas ini, maka statusnya dinyatakan keluar dari kemiskinan ekstrem.
Selain bantuan dan fasilitas, Dr. Mustakim juga menekankan pentingnya pemanfaatan lahan kosong di Kolaka Timur yang sangat subur. Ia menyarankan warga menanam tanaman jangka pendek dan panjang secara bersamaan seperti kakao, nilam, kelapa, jagung, jambu, hingga sayur-sayuran di pekarangan rumah.
“Tanami lahan dengan kombinasi tanaman jangka pendek dan panjang. Misalnya, jagung dan kakao. jagung bisa dipanen 3 bulan, kakao menyusul dalam 1–2 tahun. Sementara itu, tanami pekarangan rumah dengan sayuran seperti kangkung, bayam, seledri, bahkan terong dan kemangi,” Sarannya.
Bagi warga yang tidak memiliki lahan, Dr. Mustakim menawarkan solusi kreatif.
“Gunakan pot, bekas karung, atau ember semen. Tanami dengan ubi, jagung, atau sayur-sayuran. Seperti di Jepang, yang penting kreatif, tak perlu lahan luas,” Ajak Mustakim.
Ia juga mendorong warga untuk mulai hidup mandiri pangan dari kebun sendiri, agar bisa mengurangi pengeluaran sekaligus meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga.
Koltim memiliki potensi besar untuk keluar dari kemiskinan ekstrem. pemerintah hadir dengan memberikan fasilitas berupa alat, bibit, akses pasar, hingga pelatihan keterampilan. Dengan kolaborasi lintas sektor, harapannya tidak ada lagi warga yang tergolong miskin ekstrem di masa mendatang.
“Kalau masyarakat punya kemauan dan kita beri dukungan, yang penting kita mau berusaha, dan pemerintah akan hadir untuk memfasilitasi. tidak ada yang susah, semua bisa kalau dilakukan bersama-sama, kemiskinan ekstrem bisa diselesaikan,” pungkas Dr. Mustakim.(Adv)
Penulis : Asrianto Daranga.