, , , ,

MAN II Kolaka Diduga Lakukan Pungli Bermodus Dana Komite, Dana Terkumpul Capai Rp800 Juta

KOLAKA, NUANSA SULTRA – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di sektor pendidikan kembali mencuat. Kasus terbaru menimpa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) II Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang disinyalir melakukan pemungutan dana komite secara tidak sah selama beberapa tahun terakhir. Praktik ini dinilai bertentangan dengan berbagai regulasi yang secara tegas melarang pungutan terhadap siswa di sekolah negeri.

 

Berbagai program pemerintah pusat hingga daerah telah digulirkan untuk memperkuat sistem pendidikan nasional. Pemerintah telah mengalokasikan dana besar melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung biaya operasional, meningkatkan mutu pembelajaran, serta meringankan beban biaya pendidikan bagi peserta didik.

 

Secara prinsip, dana BOS digunakan untuk menunjang kegiatan non-personalia di sekolah, seperti pengadaan buku, sarana multimedia, hingga pemeliharaan fasilitas belajar. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan akses belajar tanpa pungutan tambahan bagi siswa, terutama bagi kalangan kurang mampu.

 

Namun, di lapangan, praktik penyimpangan masih kerap terjadi. Modus yang digunakan umumnya berupa pungutan dengan dalih “iuran komite sekolah” yang dibebankan kepada orang tua siswa. Padahal, sesuai petunjuk teknis, pungutan di sekolah negeri dilarang keras karena seluruh kebutuhan operasional telah dibiayai oleh negara.

 

Hasil investigasi media mengungkap bahwa MAN II Kolaka diduga melakukan pungutan terhadap seluruh siswa dengan modus iuran komite yang diberlakukan secara rutin sejak beberapa tahun lalu. Iuran tersebut bersifat wajib dan dibayarkan setiap bulan atau setiap semester tanpa terkecuali.

 

Kepala MAN II Kolaka, Mardiana, saat dikonfirmasi pada 6–7 November 2025, membenarkan adanya pemungutan tersebut.

 

“Benar kami masih menerapkan iuran komite. Besarannya Rp50.000 per bulan atau sekitar Rp600.000 per siswa setiap tahun,” ungkap Mardiana.

 

Ia menambahkan, kebijakan ini sudah diterapkan sejak sebelum masa kepemimpinannya dan dirinya hanya melanjutkan kebijakan lama.

 

Ketika dimintai penjelasan mengenai penggunaan dana tersebut, Mardiana menyebut bahwa sebagian besar dana dipakai untuk membayar honorarium guru honorer.

 

“Terkait rincian pemanfaatan lainnya, masih tercatat dalam pembukuan digital sekolah,” ujarnya.

 

Mardiana beralasan bahwa kebijakan pungutan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2020 yang disebutnya memperbolehkan iuran komite. Namun, setelah dilakukan klarifikasi, ia mengakui adanya kekeliruan dalam memahami regulasi tersebut. PMA 16/2020 hanya memperbolehkan pungutan bagi madrasah non-negeri yang belum menerima anggaran dari APBN.

 

Kekeliruan ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah ketidaktahuan kepala madrasah tersebut murni kesalahan administratif, atau justru upaya untuk menutupi penyalahgunaan dana? Berdasarkan perhitungan sementara, jika jumlah siswa MAN II Kolaka rata-rata mencapai 300 orang dengan pungutan Rp600.000 per siswa setiap tahun, maka selama empat tahun terakhir terkumpul sekitar Rp800 juta dana komite yang bersumber langsung dari masyarakat.

 

Jika mengacu pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012, serta PMA Nomor 16 Tahun 2020, seluruh sekolah negeri dilarang melakukan pungutan kepada siswa. Komite sekolah hanya diperbolehkan menerima sumbangan bersifat sukarela, tidak mengikat, dan tanpa penetapan nominal tertentu.

 

Dengan demikian, praktik pungutan di MAN II Kolaka berpotensi melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai pungli. Berdasarkan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan Pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan oleh pejabat negara, tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN juga mengatur sanksi berat bagi aparatur sipil negara yang melakukan pungutan di luar ketentuan.

 

Sanksi yang dapat dijatuhkan mencakup penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian tidak dengan hormat. Selain pidana, tindakan pungli juga termasuk pelanggaran etik dan disiplin berat bagi pejabat publik.

 

Menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan dana tersebut, publik berharap Kementerian Agama melalui Kanwil Kemenag Sulawesi Tenggara, serta Inspektorat Daerah dapat segera memanggil pihak terkait untuk klarifikasi dan audit keuangan khusus. Selain itu, Satgas Saber Pungli dan Ombudsman Republik Indonesia diharapkan turut memantau proses penegakan hukum agar tidak terjadi penyimpangan lebih lanjut.

 

Hingga berita ini diterbitkan, tim media masih melakukan investigasi lanjutan untuk mengungkap lebih detail aliran dana komite di MAN II Kolaka serta dugaan keterlibatan pihak lain dalam praktik tersebut.

 

Hasil penyelidikan selanjutnya akan dipublikasikan pada edisi berikutnya.

 

Laporan : Redaksi

  • 29 Personel Polres Kolaka Timur Resmi Naik Pangkat, Kapolres Ajak Tingkatkan Profesionalisme

  • 60 Peserta Ikuti Diklatsar TSWT Sultra, Tanamkan Nilai Budaya dan Hukum Adat Tolaki Bagi Generasi Muda

  • 91 Jamaah Haji Kolaka Timur Siap Berangkat, Kloter 39 Dilepas 28 Mei

  • Abd Azis dan Yosep Sahaka Siap Jalankan Program 100 Hari Kerja 10 Inisiatif Unggulan untuk Masyarakat Kolaka Timur

PENERBIT